
Pengertian TV Digital dan TV Analog
TV Digital
Televisi digital (bahasa Inggris: Digital
Television, DTV)atau penyiaran digital adalah jenis televisi yang menggunakan
modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal video, audio dan
data ke pesawat televisi. TV Digital bukan berarti pesawat televisinya yang
digital, namun lebih kepada sinyal yang dikirimkan adalah sinyal digital atau
mungkin yang lebih tepat adalah siaran digital (Digital Broadcasting). Televisi
resolusi tinggi atau high-definition television (HDTV), yaitu: standar televisi
digital internasional yang disiarkan dalam format 16:9 (TV biasa 4:3) dan
surround-sound 5.1 Dolby Digital. TV digital memiliki resolusi yang jauh lebih
tinggi dari standar lama. Penonton melihat gambar berkontur jelas, dengan
warna-warna matang, dan depth-of-field yang lebih luas daripada biasanya.
TV Analog
Televisi analog mengkodekan informasi
gambar dengan memvariasikan voltase dan/atau frekuensi dari sinyal. Seluruh
sistem sebelum Televisi digital dapat dimasukan ke analog. Sistem yang
dipergunakan dalam televisi analog NTSC (national Television System Committee),
PAL, dan SECAM. Kelebihan signal digital dibanding analog adalah
ketahanannya terhadap gangguan (noise) dan kemudahannya untuk diperbaiki
(recovery) di penerima dengan kode koreksi error (error correction code ).
Perbedaan TV Digital dengan TV Analog.
Di Indonesia agar segera diluncurkan
karena Pemerintah juga berpendapat bahwa teknologi televisi digital lebih
efisien dalam penggunaan kanal frekuensi dibandingkan teknologi analog yang selama
ini dipergunakan. Berdasarkan master plan televisi yang tengah disusun,
pemerintah akan mengalokasikan 14 kanal frekuensi. 10 kanal frekuensi kini
telah dialokasikan bagi televisi swasta yang telah beroperasi. Satu kanal untuk
TVRI, satu kanal untuk televisi lokal, dan dua kanal untuk televisi digital.
Walaupun televisi digital harus banyak melakukan adaptasi terhadap jangkauan
yang telah dapat dicapai oleh televisi analog. Penerapan siaran TV digital
sebagai pengganti TV analog pada pita UHF dilakukan secara bertahap sampai
suatu batas waktu cut-off TV analog UHF yang ditetapkan (2015 di kota besar dan
2020 secara nasional).
Wilayah layanan TV digital penerimaan
tetap free-to-air DVB-T sama dengan wilayah layanan TV analog UHF sesuai
Keputusan Menteri Perhubungan No. 76 Tahun 2003. Alokasi kanal frekuensi untuk
layanan TV digital penerimaan tetap free-to-air DVB-T di Indonesia adalah pada
band IV dan V UHF, yaitu kanal 28 – 45 (total 18 kanal) dengan lebar pita
masing – masing kanal adalah 8 MHz. Namun, setiap wilayah layanan diberikan
jatah hanya 6 kanal, karena 12 kanal lain digunakan di wilayah – wilayah
layanan sekitarnya (pola reuse 3 grup kanal frekuensi). TV digital, katanya,
memang menuntut keterlibatan banyak pihak, di antaranya perusahaan seluler,
sedangkan pemerintah berfungsi untuk melindungi produk TV digital dan sebagai
regulator.
Untuk menyusun strategi migrasi ke
teknologi digital, pemerintah diusulkan membentuk Komisi Nasional Televisi yang
beranggotakan departemen dan kalangan lembaga penyiaran. Pada 2004 diharapkan
Komisi ini sudah terbentuk, sehingga sosialisasi dan uji coba televisi digital
dapat dilakukan.
Perbedaan mendasar antara TV Digital
dengan TV Analog
Perbedaan yang paling mendasar antara
sistem penyiaran televisi analog dan digital terletak pada penerimaan gambar
lewat pemancar. Pada sistem analog, semakin jauh dari stasiun pemancar
televisi, sinyal akan melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan
berbayang. Sedangkan pada sistem digital, siaran gambar yang jernih akan dapat
dinikmati sampai pada titik dimana sinyal tidak dapat diterima lagi.
Perbedaan TV Digital dan TV Analog
hanyalah perbedaan pada sistim tranmisi pancarannya, kebanyakan TV di
Indonesia, masih menggunakan sistim analog dengan cara memodulasikannya langsung
pada Frekwensi Carrier, Sedangkan pada Pada sistim digital, data gambar atau
suara dikodekan dalam mode digital (diskret) baru di pancarkan.
Orang awam pun dapat membedakan dengan
mudah, jika TV analog signalnya lemah (semisal problem pada antena) maka gambar
yang diterima akan banyak ‘semut’ tetapi jika TV Digital yang terjadi adalah
bukan ‘semut’ melainkan gambar yang lengket seperti kalau kita menonton VCD
yang rusak. Kualitas Digital jadi lebih bagus, karena dengan Format digital
banyak hal dipermudah.
Siaran TV Satelit Dulu memakai Analog.
Sekarang sudah banyak yang digital. Tidak semua TV satelit memakai sistim
Digital. Di beberapa satelit Arab banyak yang memakai mode analog. Sebenarnya
untuk menerima siaran digital untuk TV yang analog tidaklah terlalu mahal.
Receiver ini hanya tinggal pasang antena dan kemudian AV nya colokkan ke TV.
Untuk siaran TV satelit namanya DVB-S (Digital Video Broadcasting – Satelite).
Sedangkan untuk di daratan namanya DVB-T(Digital Video Broadcasting – Terresterial)
Jika anda melihat Indosiar atau Metro TV
atau RCTI melalui satelit anda bisa melihat siaran TV Digital. Tidak Harus
plasma, Tidak harus HD, karena stasiun TV Nasional masih memakai SDTV meskipun
mereka memancarkan secara digital lewat satelit Dengan memakai TV 14 inchi yang
paling murahpun anda bisa menonton TV digital. Sedangkan jika anda membeli TV
LCD, hampir semua bisa menerima signal Digital tanpa alat tambahan karena sudah
dilengkapi dengan receiver digital.
Dampak yang timbul akibat adanya system
siaran digital di Indonesia.
Saat ini populasi pesawat televisi tidak
kurang dari 40 juta unit, dengan pemirsa lebih dari 200 juta orang, jauh lebih
banyak dibandingkan dengan komputer, misalnya, yang hanya sekitar 5,9 juta
unit. Terlihat bahwa penggemar televisi begitu banyak di Indonesia .
Televisi adalah alat penangkap siaran
bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele (jauh) dan vision (tampak) jadi
televisi memiliki arti dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi ini
mampu mengubah peradaban dunia. Semua gambar televisi dibentuk oleh titik
tunggal cahaya yang bergerak bolak-balik, depan-belakang atau atas-bawah,
secara cepat pada layar televisi yang tak tampak oleh mata, sehingga yang
terlihat hanyalah rangkaian gambar. Pada tahun 1884 Paul Nipkow mencetuskan ide
tentang pemindaian gambar dengan cara memecahkanya ke dalam rangkaian titik
cahaya yang bergerak secara linear menyeberangi sudut pandangan. Sinyal
televisi bekerja seperti radio AM, terkecuali dalam penghubung pembawa
frekuensi tinggi. Pada radio dari suara besar ke lembut sedangkan televisi dari
terang ke gelap. Perangkat televisi disinkronisasikan dengan transmiter untuk
menghasilkan pola yang tepat dari sebuah piksel yang akan ditempatkan pada
layar. Televisi ditransmisikan dengan dua pita frekuensi, VHF (very high
frequency) dan UHF (ultra high frequency), dan setiap saluran memiliki lebar
pita keseluruhan mencapai 6 MHz. Jaringan televisi pertama menggunakan kabel
coaxial dan teknologi gelombang mikro. Pada tahun 1970-an satelit menjadi
standar dalam menghubungkan kabel dan jaringan penyiaran kepada afiliasi mereka
dan untuk mentransmisikan berita lokal dan pergelaran olahraga ke kantor berita
pusat. Saat ini, jaringan serat optik juga ikut digunakan. Kemunculan televisi
digital di indonesia harus dipikirkan dampak dan konsekuensinya karena selama
ini masih banyak masyarakat yang menggunakan dan terbiasa dengan televisi
telivisi analog. Sedikit ketidaknyamanan yang mau tidak mau harus diterima
dengan peralihan ke TV digital ini adalah:
Perlunya pesawat TV baru atau paling tidak
kita perlu membeli TV Tuner baru yang harganya bisa dibilang cukup mahal. Hal
tersebut akan menimbulkan dampak yang besar, mengingat hampir seluruh komponen
pertelevisian di Indonesia masih menggunakan komponen analog, sehingga kemajuan
tekhnologi televisi digital ini dapat mematikan usaha-usaha kecil yang selama
ini telah ada. Karenanya hal ini mewajibkan Pemerintah untuk mensosialisasikan
lebih rinci kepada masyarakat.
Mahalnya perangkat transmisi dan
operasional broadcast berbasis tehnologi digital merupakan persoalan tersendiri
bagi kemampuan industri televisi di Indonesia. Bagaimanapun untuk bisa
menyiarkan program secara digital, perangkat pemancar memang harus diganti
dengan perangkat baru yang memiliki sistem modulasi frekuensi secara digital.
Untuk mem-back up operasional sehari-hari saja dengan tingkat persaingan antar
sesama radio dan televisi swasta nasional saja sudah sangat berat, apalagi
untuk harus mengalokasikan sekian persen pemasukan iklan untuk digunakan bagi
digitalisasi. Selain itu, dalam masa transisi, stasiun televisi harus siaran
multicast atau operasional di dua saluran secara paralel: analog dan digital,
karena tetap memberi kesempatan pada masyarakat yang belum dapat membeli
televisi digital.
Sistem pemrosesan sinyalnya. Pada sistem
digital, karena diperlukan tambahan proses misalnya Fast Fourier Transform
(FFT), Viterbi decoding dan equalization di penerima, maka TV Digital ini akan
sedikit terlambat beberapa detik dibandingkan TV Analog. Ketika TV analog sudah
menampilkan gambar baru, maka TV Digital masih beberapa detik menampilkan
gambar sebelumnya.
Bagaimana soal akses pada jaringan media
serta kondisi sistem akses itu sendiri. Persoalan seperti pengaturan decoder TV
digital maupun content media menjadi layak kaji dalam hal ini. Dan akses pada
spektrum frekuensi
Bagaimanapun pada era penyiaran digital
telah terjadi konvergensi antarteknologi penyiaran (broadcasting), teknologi
komunikasi (telepon), dan teknologi internet (IT). Dalam era penyiaran digital,
ketiga teknologi tersebut sudah menyatu dalam satu media transmisi. Dengan
demikian akses masyarakat untuk memperoleh ataupun menyampaikan informasi
menjadi semakin mudah dan terbuka Terjadinya migrasi dari era penyiaran analog
menuju era penyiaran digital, yang memiliki konsekuensi tersedianya saluran
siaran yang lebih banyak, akan membuka peluang lebih luas bagi para pelaku
penyiaran dalam menjalankan fungsinya dan dapat memberikan peluang lebih banyak
bagi masyarakat luas untuk terlibat dalam industri penyiaran ini.
Momentum penyiaran digital dapat membuka
peluang yang lebih banyak bagi masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
ekonominya. Peluang usaha di bidang rumah produksi, pembuatan aplikasi-aplikasi
audio, video dan multimedia, industri senetron, film, hiburan, komedi dan
sejenisnya menjadi potensi baru untuk menghidupkan ekonomi masyarakat. Televisi
di Indonesia telah menjadi alat penting baik untuk hiburan maupun untuk
mendapatkan informasi. Baik televisi digital maupun analog dalam penyiarannya
memiliki kesamaan yaitu memiliki dampak psikologis terhadap penontonnya. Dengan
frekuensi menonton yang tinggi dan kualitas tontonan yang rendah akan berdampak
buruk baik pada orang dewasa maupun pada pada anak – anak.
Sistem penyiaran TV Digital penggunaan
apliksi teknologi digital pada sistem penyiaran TV yang dikembangkan di
pertengahan tahun 90an dan diujicobakan pada tahun 2000. Pada awal
pengoperasian sistem digital ini umumnya dilakukan siaran TV secara bersama
dengan siaran analog sebagai masa transisi. Sekaligus ujicoba sistem tersebut
sampai mendapatkan hasil penerapan siaran TV Digital yang paling ekonomis
sesuai dengan kebutuhan dari negara yang mengoperasikan.
Dampak Penyiaran TV Digital
Dampak Positif
Banyak manfaat yang dapat diperoleh
masyarakat dengan beralih ke penyiaran TV digital antara lain:
- Kualitas gambar yang lebih halus dan tajam,
- Pengurangan terhadap efek noise,
- Kemudahan untuk recovery pada penerima dengan
error correction code, serta
- mengurangi efek dopler jika menerima siaran tv
dalam kondisi bergerak (misalnya di mobil, bus, maupun kereta api).
- Selain itu sinyal digital dapat menampung program
siaran dalam satu paket, dikarenakan pemakaian bandwidth pada tv digital
tidak sebesar tv analog.
Dampak Negatif
Disamping banyak hal yang bermanfaat,
tentunya kendala yang akan dihadapi dalam migrasi ke siaran TV digital pun juga
semakin banyak seperti:
- Regulasi bidang penyiaran yang harus diperbaiki,
- Standardisasi yang harus segera ditentukan baik
untuk perangkat dan teknologi yang akan digunakan,
- Industri pendukung yang harus segera disiapkan
baik perangkat maupun kontennya.
- Jika kanal TV digital ini diberikan secara
sembarangan kepada pendatang baru, selain penyelenggara TV siaran digital
terrestrial harus membangun sendiri infrastruktur dari nol, maka
kesempatan bagi penyelenggara TV analog eksisting seperti TVRI, 5 TV
swasta eksisting dan 5 penyelenggara TV baru untuk berubah menjadi TV
digital di kemudian hari akan tertutup karena kanal frekuensinya sudah
habis.
Bagaimana Pendapat tentang Prospek masa
depan penyiaran televisi dikaitkan dengan adanya digitalisasi system siaran
televisi
Dengan adanya kemajuan dalam teknologi di
Indonesia, sudah seharusnya kita merasa bangga. Karena tidak ada lagi kata
ketertinggalan dalam segi teknologi. Namun transisi dari perpindahan TV Analog
ke TV Digital tidak mudah, banyaknya tanggapan dari masyarakat atau pengguna
yang berbeda-beda.
Transisi dari pesawat televisi analog
menjadi pesawat televisi digital membutuhkan penggantian perangkat pemancar
televisi dan penerima siaran televisi. Agar dapat menerima penyiaran digital,
diperlukan pesawat TV digital. Namun, jika ingin tetap menggunakan pesawat
televisi analog, penyiaran digital dapat ditangkap dengan alat tambahan yang disebut
kotak konverter (Set Top Box). Ketika menggunakan pesawat televisi analog,
sinyal penyiaran digital akan dirubah oleh kotak konverter menjadi sinyal
analog. Dengan demikian pengguna pesawat televisi analog tetap dapat menikmati
siaran televisi digital. Pengguna televisi analog tetap dapat menggunakan
siaran analog dan secara perlahan-lahan beralih ke teknologi siaran digital
tanpa terputus layanan siaran yang digunakan selama ini.
Proses transisi yang berjalan secara
perlahan dapat meminimalkan risiko kerugian terutama yang dihadapi oleh
operator televisi dan masyarakat. Resiko tersebut antara lain berupa informasi
mengenai program siaran dan perangkat tambahan yang harus dipasang tersebut.
Sebelum masyarakat mampu mengganti televisi analognya menjadi televisi digital,
masyarakat menerima siaran analog dari pemancar televisi yang menyiarkan siaran
televisi digital.
Bagi operator televisi, risiko kerugian
berasal dari biaya membangun infrastruktur televisi digital terestrial yang
relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan membangun infrastruktur televisi
analog. Operator televisi dapat memanfaatkan infrastruktur penyiaran yang telah
dibangunnya selama ini seperti studio, bangunan, sumber daya manusia, dan lain
sebagainya apabila operator televisi dapat menerapkan pola kerja dengan calon
penyelenggara TV digital. Penerapan pola kerja dengan calon penyelenggara
digital pada akhirnya menyebabkan operator televisi tidak dihadapkan pada
risiko yang berlebihan. Di kemudian hari, penyelenggara penyiaran televisi
digital dapat dibedakan ke dalam dua posisi yaitu menjadi penyedia jaringan,
serta penyedia isi.
Referensi:
http://ptkomunikasi.wordpress.com/2012/05/07/tv-digital-dan-tv-analog-2/

Yogyakarta



